TATA CARA UPACARA ADAT MENYAPAI BORU DAN PASAHAT SERE SAHATAN
- MENYAPAI BORU (MEMINANG PENGANTIN PEREMPUAN
- Manise Boru
Dalam kehidupan ini setiap insan pada umumnya ingin berkeluarga.Apabila anak laki-laki dalam suatu keluarga sudah sepantasnya menikah, maka tugas orang tua ialah mencarikan jodoh untuk anaknya, atau anak itu sendiri yang menemukan jodohnya. Apabila sudah ada kecocokan dihati anaknya, langkah lanjut dari orangtua memberitahu dan meminta Anak borunya untuk menyelidiki calon mempelai perempuan yang bersangkutan, melalui keluarga terdekat (Namborunya) untuk mengetahui berbudi pekerti calon mempelai perempuan apakah baik atau tidak, hal ini disebut Manise Boru.
Apabila dalam panisean tersebut termasuk kriteria baik, maka orangtua (Suhut) menyuruh Anak borunya Mangaririt Boru, bertemu dengan orangtua dari pihak perempuan untuk memperjelas Manat-manat/Tae-tae.Kalau ternyata hasil riritan ini bagus kemudian datang pihak orangtua laki-laki beserta Anak borunya berkunjung silturahmi kerumah calon mertua (Mora) disebut acara Manangkas untuk memperjelas sambil menyampaikan niatnya.
- Martintin Torus
Apabila rencana ini berjalan mulus, dilanjutkan acara Martintin Torus, yaitu dialog dengan bahasa-bahasa yang sangat halus dan merendah karena sifatnya meminta supaya biaya pernikahan ini dapat diirit serendah mungkin dan apabila terdapat kesepakatan antara kedua belah pihak diadakan acara Patimbang Barang (emas atau kain mahal sebagai alat pengikat) yang mempunyai konsekuensi hokum yaitu:
- Apabila si calon istri ingkar, maka keluarganya harus membayar dua kali lipat dari nilai barang.
- Apabila si calon suami yang ingkar, barang yang diserahkan tidak dikembalikan.
Untuk acara Patimbang Barang seyogyanya harus ada yang menyaksikan yaitu kaum kerabat atau Hatobangon Ni Huta.Terutama si Jara-Juru karena dialah salah satu saksi bila timbul persoalan dikemudian hari.
Pada era sekarang ini dengan selesainya acara Patimbang Barang, akan dilanjutkan acara penyerahan Sere Sahatan dahulu hal ini tidak dikenal prang karena sudah ada batas boban/boli/tuhor hepeng hobar no Boru Na Marbagas. Hal ini karena akibat pengaruh jaman/ budaya etnis lain, namun sudah diterima sebagian masyarakat Tapanuli Bagian Selatan.
Pelaksanaan penyerahan Sere Sahatan ini Harus dihadiri oleh Suhut Na Mardalihan Natolu, Hatobangon, dan Harajaon.
Setelah selesai acara Patimbang Barang, kemudia telah dicapai kesepakatan tentang hari pelaksanaan perkawinan, maka pihak keluarga laki mengadakan Tahi Sahuta dalam rangka pelaksanaan acara-acara:
- Martahi Tumpak/Tahi Boru
- Menentukan Robongan Na Tolu Sauduran
Untuk penyelesaian Pangkobaran Boru dengan persiapan yang dibawa antara lain:
- Haronduk
- Burangir
- Bodil
- Silua (oleh-oleh), sasagun, itak kukus (pasalose adat namangkobar)
- Uang/ sinamot secukupnya sesuai dengan janji
- Surat-surat kelengkapan sebagai syarat pernikahan
- Formasi
Rombongan yang menjemput boru (pengantin perempuan)
- Pengantin laiki-laki
- Pandongani laki-laki
- Robongan kaum ibu/bapak (Kahanggi, Anak boru, Hatobangon)
- Silua: sasagun, itak, indahan 3 hopol lengkap dengan lauknya
- Pasahat Harejo Mambaen Godang Ni Roha (meminta tiga hal yaitu: pokat, gogo dan doa dari harajaon/hatobangon)
Setelah rombongan sampai di rumah Mora, maka kegiatan selanjutnya anatara lain:
- Rombongan Na Tolu Sauduran bertemu dengan Kahanggi yaitu Goruk-goruk Hapinis Ni Suhut.
- Goruk-goruk Hapinis membawa rombongan kedalam sidang Adat
- Rombongan kaum ibu menyerahkan silua (oleh-oleh kepada Mora)
Apabila acara sidang Mnagkobar Boru final dan pernikahan secara ibadah juga telah selesai, mempelai perempuan dibawa kerumah mempelai laki-laki sesuai prosedur adat.
- Menyambut Haroro Ni Boru
Dari pihak orang tua lelaki sementara menanti kedatangan kedua mempelai bersama rombongan telah diadakan persiapan antara lain.
- Kulit pisang sitabar selembar, panjang 50 cm
- Daun dingin-dingin, dua atau tiga lembar
- Padang togu/ beberapa lembar
Semua persiapan ini diatas tangga pertama. Setelah aba-aba yang menyatakan kedatangan kedua mempelai, maka pihak ibu dan bapak sudah berdiri berdampingan di atas tangga untuk menyambut kedatangan rombongan:
- Ayah menyambut mempelai lelaki
- Ibu menyambut mempelai perempuan
Setelah kedua mempelai menginjak kulit pisang sitabar dan langsung dipapah duduk di tempat khusus yang dipersiapkan yaitu di juluan dari ruangan tengah/utama. Setelah mereka duduk, ayah meminta anak boru bagas memberitakan (mengundang) kepada semua anggota masyarakat dalam huta (melalui), burangir Barita di dalam Haronduk na tutup. Selesai marontang (melalui) haronduk tersebut digantungkan disamping dinding pintu kamar pengantin.
Apabila semua undangan yaitu Hatobangon, Harajaon dan Orang kaya sudah hadir, Suhut memberitakan kedatangan kedua mempelai di keluarganya. Kemudian Orang kaya meminta agar :
- Tolu Sauduran memberitakan hasil dari misinya, secara berturut-turut mulai dari Kahanggi, Anak boru, dan Hatobangon menjelaskan tugas yang dibebankan kepada mereka.
- Tolu Sauduran dari kaum ibu menceritakan semua prosesi Adat yang mereka emban.
- Pembawa indahan tungkus juga memberitakan hal yang sama (cukup satu orang saja)
Selesai acara pelaporan proses menjemput boru dalam sidang tersebut, kemudian dialusi (disambut) oleh Hasuhuton, Kahanggi, dan Anak boru dimulai dari kaum ibu kemudian dilanjutkan oleh kaum bapak, maka Hatobangon dan Harajaon dengan sendirinya menerima dan merestuinya. Kegiatan berikutnya adalah Orang kaya meminta agar dihidangkan makanan khas dalam acara adatterbuat dari santan kelapa, beras pulut mentah dan gula aren (santan pamorgo-morgoi) dihidangkan (santapan penyejuk). Setalah santan pamorgo-morgoi semua terhidang, maka Namborunya (mertua perempuan) datang membawa burangir Surdu-Surdu (Sirih sambutan) langsung disurduhon (diberikan) kepada anak dan parumaennya (menantu) dengan ucapan:
“On mada parumaen bagas ni tondi dohot badan, sai dao magora donok parsaulian, mula adong na milas ditongan dalan tinggal di dalan mai, horas ma”.
Lalu namborunya menyuguhkan santan pamargo-morgoi untuk dimakan kedua mempelai hidangan ini disajikan dalam piring sapa (piring khusus) yang pertama disuguhi (mengambil itaknya, pulutnya) ialah mempelai laki-laki, kemudian mempelai perempuan.
Seiring dengan proses ini anak boru-Bagas mepersilahkan hadirin untuk mencicipi makanan khas tersebut kemudian disajikan makanan silua (oleh-oleh) yang dibawa termasuk dua indahan tungkus (pasae robu). Salah satu dari indahan tungkus ini dibuka oleh kedua mempelai dengan sangat hati-hati, agar tali yang melilit indahan tungkus tersebut tidak putus. Makna tersirat dalam proses ini adalah agar kedua mempelai bersifat sabar dan hati-hati dalam menempuh hidup. Setelah makan bersama selesai disajikan pula itak kukus dan sasagun sebagai penutup. Yang paling pokok dalam sidang menyambut Haroro Ni Boru adalah memberi nasihat-nasihat perkawinan dari semua yang hadir, dan ditutup dengan doa keselamatan. Setelah selesai semuanya kedua mempelai diikuti oleh Suhut, Kahanggi dan Anak boru menyalami semua hadirin.Terakhir Suhut menutup acara dengan kata-kata Huhusi (ucapan terimakasih). Apabila Suhut ingin melaksanakan “Si Godang Ni Roha” bisa segera dilaksanakan atau bisa di lain waktu sesuai kemampuan Suhut.
- Malungun I (Rindu I)
Apabila acara Si Godang Ni Roha sudah selesai maka diadakanlah acara malungun jungun yang pertama kalinya.Malungun (rindu) kepada orang tua, Hatobangon, Harajaon, dongansaparmayaman (teman sepermainan).Pada malungun (rindu) pertama kalinya ini kedua mempelai diantar oleh kahanggi, Anak boru, beserta rombongan yang ikut meramaikannya. Oleh-oleh yang mereka bawa ialah indahan na dihopolan, beserta dengan lauknya, itak dan sasagun. Kedatangan rombongan ini disambut Mora dengan mengundang Hatobangon dan Harajaon.Biasanya rombongan bermalam dalam bilangan ganjil.Sepulangnya rombongan pihak Mora harus juga memberikan oleh-oleh seperti yang mereka bawa.Oleh-oleh yang meraka bawa disantap bersama dengan mengundang Hatobangon dan Harajaon di Hutanya.
- Malungun II (Rindu II)
Acara malungun-lungun II pihak laki-laki membawa orang tuanya, Kahanggi, Anak boru dan kerabat dekatnya.Maksud kunjungan Malungun II adalah untuk memperkenalkan keluarga pihak laki kepada keluarga pihak Mora.(Dulu semua keluarga Mora berganti-ganti mengundang Anak borunya kerumah masing-masing untuk menjamunya karena sudah terjalin hubungan kekeluargaan yang baru). Pihak Anak boru yang datang membawa silua (oleh-oleh) indahan na dihapolan beserta lauknya, itak dan sasagun.
Biasanya keluarga ini tinggal di rumah Moranya kurang lebih 7 hari.Apabila Anak boru sudah mau beranjak pulang, pihak Mora memberi cendera mata kepada semua rombongan berupa kain, pakaian dan uang.Setelah sampai di kampung maka silua yang dibawa tidak perlu mengundang Hatobangon lagi.Cukup keluarga saja yang menikmatinya.
- Pasuncang Bulung Namalos
Setelah beberapa minggu berselang atau setelah acara Malungun-lungun II, tibalah saatnya pihak Mora mengadakan kunjungan balasan kerumah Anak borunya. Kedatangan mereka lengkap dengan Kahanggi, Anak boru dan Na solkot (kerabat dekat) dengan lainnya, dengan membawa oleh-oleh indahan na dihopolan, lengkap dengan lauknya. Pihak Anak boru menyambut Moranya dengan mengundang Harajaon dan Hatobangon ni Huta untuk ikut bersilaturahmi dan makan bersama. Apabila Mora sudah mau pulang, harus dilengkapi silua indahan na dihapolan lengkap dengan lauk pauknya.
- SERE SAHATAN
Sere Sahatan, maksudnya suatu pemberian uang diserahkan terlebih dahulu kepada orang tua si wanita, sebagian atau semua uang jujuran, yang telah disepakati antara orangtua si wanita dengan orangtua si lelaki.
Bila dilihat kegunaannya antara lain:
- Memperteguh perjanjian dari pihak si lelaki untuk terlaksananya perkawinan itu
- Bagi pihak si wanita yang menerimanya, apabila si wanita ingkar janji, tidak mau melaksanakan perkawinan, wanita harus membayar dua kali sebanyak uang yang diterimanya
- Bagi si lelaki, apabila ia ingkar janji, tidak mau melaksanakan perkawinan, uang yang diserahkannya tidak kembali
- Memberikan keringanan kepada si wanita, dapat ermembelanjakan terlebih dahulu untuk persiapan keperluannya untuk upacara pelaksanaan peresmian perkawinan
Zaman dahulu acara sere sahatan ini di Angkola tidak ada. Karena Patimbang Barang, cukup sebagai pengikat memperteguh perjanjian. Tetapi sekarang pelaksanaan sere sahatan ini sudah merupakan hal yang umum terjadi. Penyerahan sere sahatan harus dipersaksikan oleh keluarga terdekat, dan hatobangon harajaon. Semua menjadi saksi apabila ada sesuatu permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan perkawinan itu. Di saat penyerahan sere sahatan ini pulalah, ditentukan hari dan tanggal perkawinan.